Kamis, 16 September 2010

KUKU KAKIKU KAKU-KAKU

Seklasik-klasiknya bahasa yang digunakan al-Quran, peran manusia dalam menafsirkan wahyu-wahyu Tuhan tidak akan lepas dari sifat progresif manusia (cf. Sztompka, 2004). Formula kimiawi tubuh yang berubah-ubah membuat manusia menjadi makhluk yang bergerak (cf. O'Hare for New Scientist).

Dan karena manusia itu bergerak; maka bahasapun begitu (cf. Chaer, 2003; Eifring and Theil, 2005). Oleh karenanya, saya lebih sepaham dengan opini ilmuwan Turki spt. Nursi dalam menafsirkan al-Quran.

Aliran garis keras seperti Wahabbi yang kemudian "diterjemahkan" ke Indonesia secara politis oleh Hizbut Tahrir dalam kaitannya menerapkan ajaran agama dengan kekakuan benar tidak saya mengerti.

Dimana bumi berpijak dan langit dijunjung, di situlah al-Quran menjadi pedoman. Menurut saya, konteks historis, geografis, demografis, dan antropologi tidak mungkin bisa dilepaskan begitu saja dalam menafsirkan wahyu Tuhan sehingga memungkinkan bagi wahyu-wahyu tsb. lebih fleksibel ketika memasuki alam (pikiran) yang dinamis dan luar biasa beragam. Perbedaan adalah satu dari rahmatNya. Ketidakmampuan mengatur testosteron logis ketika melahirkan vandalisme. Waktunya melemaskan otot-otot dengan berolahraga mungkin?

Rabu, 15 September 2010

OPINI - PERANG NAFSU SETAN

Satu dari empat penduduk Israel tidak beragama Yahudi (cf. Finkelstein, 2010: 47). Kenapa pemerintah Israel begitu memaksakan diri untuk disebut sebagai negara Yahudi? Berazas Pancasila, Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia saja tidak bisa disebut sebagai negara Islam. Politikus Israel yang mempertahankan zionisme sama anehnya dengan parpol "islamis" di Indonesia yang (pura-pura) mengislamkan kebinekaan. Jadi, penjajahan yang dilakukan Israel atas nama ideologi itu maksa beraaat... Bahkan bisa dibilang ideologinya itu fana. Adapun 'fait accompli' dari Israel ya penjajahannya itu sendiri; bukan ideologinya--yang dengan sendirinya meredup sejak serangan ke Gaza di tahun-tahun terakhir yang bahkan telah dikritik keras oleh orang Yahudi itu sendiri yang tinggal di AS, Kanada dan beberapa negara dari barikade barat lainnya. Keredupan zionisme sama halnya dengan islamisme yang dipraktikan melalui jalur politis yang pada akhirnya dapat menodai agama akibat sistem politik itu sendiri (band. Wahid, 2009). Politikus yang menggunakan metode sejenis bisa jadi adalah: (a) zombie penduduk Sodom Gomora yang gila perhatian; (b) si hijau super kolot; atau (c) pebisnis salah tempat. Alih-alih menyebut konflik Gaza sebagai perang ideologi; saya lebih berat 'tuk menyebutnya sebagai perang nafsu setan.

RUJUKAN
Finkelstein, Norman G. 2010. This Time We Went Too Far: Truth & Consequences of the Gaza Invasion. New York: OR Books.
Wahid, Abdurrahman. 2009. Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Jakarta: The Wahid Institute.

RESENSI BUKU - "THIS TIME WE WENT TOO FAR: TRUTH AND CONSEQUENCES OF THE GAZA INVANSION" (Finkelstein, 2010)

Jenis: Non-fiksi
Bidang: Politik

"Saya bukan anti-Amerika, anti-Inggris, anti-Yahudi--atau dalam hal ini anti-zionis. Saya anti-ketidakadilan, anti-hipokritisme, dan anti-kebohongan (Gandhi, 2008 - "The Essential Writing" [Ed. Judith M. Brown])."


Pada bab terpisah, buku ini membahas:
  1. (a) Palestina memiliki kasus-kasus yang lebih mendasar untuk mempertahankan diri alih-alih Israel--dalam artian, dari hukum internasional, Israel sahih untuk disebut sebagai penjajah; (b) peran Mesir dalam mengatasi konflik; dan (c) interverensi agen Israel dalam menyebarkan korupsi di tubuh Palestina dan teror sehingga memunculkan ketidakacuhan negara-negara Arab lainnya--keadaan ini yang dikatakan, salah satunya, menjadikan Israel kebal hukum.
  2. (a) Hamas memiliki landasan kuat untuk menyerang tentara Israel; (b) kontribusi positif dari bangsa Libanon (melalui Hizbullah) untuk Palestina; (c) organisasi internasional seperti PBB yang pro-Palestina [ternyata] lebih mendominasi--cukup mengagetkan; sebelumnya saya mengira orang-orang PBB hanya berleha-leha.
  3. Aksi cuci-tangan pemerintah Israel atas tindak kekerasannya; dan organisasi-organisasi--seperti Human Rights Watch--yang menentangnya.
  4. Teknik-teknik propaganda pemerintah Israel.
  5. Keadaan di Gaza per tahun 2009 hasil "wisata" pribadi si penulis.
  6. Menurunnya dukungan kepada pemerintah Israel-AS dari tataran makro (negara, ormas, universitas, dsb) dan mikrososial (perindividu) dalam kaitannya dengan konflik di Gaza. Secara spesifik, hal tersebut ditunjukan pada ketiga indikator berikut ini yang dapat dinilai sbg agen: (a) keturunan Yahudi itu sendiri;1 (b) warga AS;2 dan (c) masyarakat dari barikade barat.3

Secara umum, buku ini cocok dibaca oleh siapa saja yang tertarik dengan konflik di Gaza. Secara khusus, dari bab 1-5, buku ini mungkin bisa mengernyitkan dahi sebagian orang yang selama ini disuguhi perspektif yang berbeda (salah)--terutama masyarakat Barat akibat interverensi media Barat dalam mendistorsi informasi. Sementara itu, di bab ke-6, buku ini sangat dianjurkan untuk dibaca bagi mereka yang belum tahu perubahaan terakhir masyarakat Yahudi dewasa ini--terutama di Indonesia dan/atau saudara sesama pemeluk Islam yang sebagian dari mereka masih mengeneralisasi--mengartikan secara harfiah dan tanpa konteks--bahwa semua bangsa Israel dan/atau Yahudi laten bersifat biadab. Bab "Ever Fewer Hossanas" wajib dibaca oleh kita yang ingin mengurangi pergesekan sosial akibat su'uzdon--yang mungkin nantinya hanya akan memperburuk keadaan.

Akhirnya, kita tidak bisa lagi menggunakan embel-embel seperti paham kebangsaaan, agama, dan/atau status sosial untuk membedakan yang benar dari yang bathil.

Bagi yang berminat, silahkan kirim alamat sulernya; nanti saya kirim bukunya dalam format PDF.


TENTANG PENULIS

Sama seperti Chomsky (Dekan jurusan ilmu kebahasaan di MIT, AS), dan Carol (pakar bahasa lulusan Harvard); si penulis adalah satu dari beberapa warga AS keturunan Yahudi yang vokal mengkritik kebijakan politik internasional Israel dan AS.


NOTABENE

  1. Aksi saling memprotes antar sesama Yahudi tampak pada situasi berikut ini: (a) "Israel sekarang berdampak negatif kepada Yahudi." (Judt sebagai sejarahwan keturunan Yahudi, - "Israel: The alternative", New York Review of Books, 2003); (b) "Penyerangan di Gaza membuat saya malu menjadi keturunan Yahudi" (Kuerti to Mathieu for Toronto Star, 2009 - "Jewish Women Arrested in Toronto Consulate Protest"); (c) seorang keturunan Yahudi-Perancis yang meminta izin ke presiden Israel agar menghilangkan nama belakangnya (Le Monde, 2009 - "Eff acez le nom de mon grand-père à Yad Vashem"); (d) organisasi-organisasi Yahudi ad hoc kini mulai banyak menentang bentuk-bentuk penyerangan (Lerman for Guardian, 2009 - "The Rise of Moderates"; Beaumont, et al. for Observer, 2009 - "Leading British Jews Call on Israel to Halt 'Horror' of Gaza"); (e) beberapa pemimpin organisasi besar keturunan Yahudi juga sudah mulai sadar bahwa tidak ada satupun pembenaran untuk menyerang warga Palestina--termasuk Holocaust (Gerald Kaufman, 2009 - http://www.goldstone-report.org/); (f) adanya laporan berjudul "Report" (tahun) yang ditulis oleh seorang mantan zionis bernama Goldstone. Laporan tersebut digunakan PBB sebagai (salah satu) materi dasar meratifikasi sanksi tegas kepada Israel; (g) anak-anak muda keturunan Yahudi saat ini lebih kritis dalam mengkaji kebijakan luar negeri pemerintahan Israel--setidaknya pada apa yang ditujukan di dunia blogging, seperti: (i) American Prospect; (ii) Mondoweiss; (iii) Think Progress; dan (iv) Salon.com (2009); (h) gerakan-gerakan di kampus sering dijadikan sebagai salah satu sinyalemen munculnya pembaruan. Hanya 5% dari sekitar 1/2 juta mahasiswa Yahudi di Kanada yang masuk ke organisasi keyahudian. Sementara itu, per 2010 perguruang tinggi di Kanada berhasil merebut posisi AS sebagai negara dengan pendidikan tersier terbaik di dunia (cf. Study Magazine via Twitter, 2010).
  2. Menurut saya, kombinasi tragedi Holocaust dan peran keturunan Yahudi pada sektor riil berpengaruh pada pembentukan sentimen positif warga AS. Tapi sekarang ada progres yang ditunjukkan pada: (a) secara sosial, masyarakat AS yang berteman dengan orang Yahudi membicarakan isu tentang Israel menurun dari 75% menjadi 65%; dan 53% menjadi 39% (Cohen for Forward, 2005 - "Poll: Attachment of U.S. Jews to Israel falls in past 2 years"); (b) warga AS yang membenarkan penyerangan Israel menurun menjadi 40%; sementara di partai Demokrat hasilnya menurun lagi menjadi 30% (Rasmussen Reports, 2008 - "Americans Closely Divided over Israel's Gaza Attacks"; Pew Research Center, 2009 - "Modest Backing for Israel in Gaza Crisis", alt. link); (c) warga AS yang mendukung Israel menurun dari 69% ke 49%; begitupun mereka yang percaya bahwa [pemerintah] AS seharusnya mendukung Israel (Jewish Telegraphic Agency, 2009 - "Poll Shows Dip in American Voters' Supporting Israel").
  3. (a) Uni-Eropa menilai Israel sama rendahnya dengan suku pariah--kasta terbawah di India--karena dinilai sebagai penghambat utama terciptanya perdamaian dunia (Beaumont for Guardian, 2003 - "Israel Outraged as EU Poll Names It a Threat to Peace"); (b) 19/21 negara menilai Israel bersifat mudarat (Economist, 2007 - "Second thoughts about the Promised Land"); (c) Israel tidak bisa lagi mendiktekan forum debat. Dia tidak berada di atas hukum (Financial Times [ENG], 2009 - "Israel's Revealing Fury towards EU", alt. link); (d) Mahasiswa yang menentang Israel berasal dari beragam institusi, yakni: Oxford, Cambridge, Manchester, Birmingham, London School of Economics, School of Oriental and Asian Studies, Warwick, King's, Sussex, dan Cardiff (Quinn and Weaver, 2009 for Guardian - "Tens of Thousands in London Protest Gaza Offensive"; cf. Daily Mail, 2009 - "Cities across the World Become Platform for Hundreds of Thousands of Protesters against Gaza Fighting").

REFLEKSI BUKU - "THE TOP 200 CHOMSKY LIES" (Bogdanor, 2007)


Jenis: Non-fiksi, kompilasi
Bidang: Umum

"Benar-salah cenderung bersifat relatif--atau bahkan subyektif. Dan karena lebih berkutat pada masalah cara dan/atau gaya, benar-salah dekat dengan yang fisik. Lain itu, kebenaran dan kebohongan ialah substansi lain yang bersifat lebih universal pun mentalis."

PENDAHULUAN

Secara umum, karya ini dimaksudkan untuk tujuan mengontraskan dua hal yang berbeda--yang berpangkal untuk membuktikan bahwa Chomsky telah berbohong.


ISI

A. Kritik

Ada 3 hal yang membuat saya tidak apresiatif dengan buku ini, yakni:

1. Kualifikasi sumber data cacat

Dari yang saya amati, tindak pengontrasan ini tidak sahih mengingat tidak semua data dicatat dengan menggunakan metode standar, khususnya pada transparansi pustaka. Contohnya, yakni pada saat Bogdanor berusaha mengungkapkan kebenaran atas kebohongan yang disebarkan oleh Chomsky mengenai: (a) kapan terjadinya kasus pemboman di Israel (p. 39); dan (b) pada kasus pemboman di Kamboja (p. 48).

2. Penjelasan minim--atau hampir tidak ada

Di luar itu, "buku" ini lebih bersifat seperti katalog propaganda alih-alih sebuah analisis untuk membedakan kebenaran dan kebohongan. Tidak ada: (a) justifikasi sumber (penulis) pustaka secara lengkap--seperti: identifikasi tokoh, kualifikasi profesi, kredibilitas sosial, dsb;* apalagi (b) penjelasan (jembatan) untuk kedua pernyataan yang saling bertolak belakang tsb--yang menurut saya merupakan bagian terpenting. Pada akhirnya, membuat "buku" ini menjadi sulit untuk saya pahami (percayai). Yang lebih mendasar, secara entah-berantah Bogdanor melabeli pernyataan A sebagai kebohongan dan pernyataan B sebagai kebenaran.

3. Kegamangan korelasi kedua pernyataan yang dipengaruhi oleh:


3.1 Ketidaksesuaian


3.1.1 Kata benda: Marxist tidak sama dengan Marxist-anarkis

Saya melihat tidak semua pernyataan yang disajikan memiliki korelasi langsung. Sebagai contoh pada bagian "Chomsky Lies [a]bout Himself" (p. 61). Contoh: Pada eksposisi ke-10, ada pernyataan A yang berbunyi, "Saya tidak pernah menganggap diri saya seorang Marxist atau bahkan menganggap ide tersebut bersifat Marxist seperti ide-ide yang berkaitan dengan agama dan analisis rasional lainnya." (Chomsky, 2004: 259 - "Language and Politics"). Sementara itu, di pernyataan B dikatakan bahwa, "Menurut saya, sudut pandang seorang Marxist-anarkis terbukti cukup jauh dari apapun yang mungkin terjadi di dalam ilmu linguistik." (Ibid, p. 113). Kemudian ditambah, "Saya tidak akan menelantarkan Marxisme." (Ibid, p. 153). Dari pengamatan saya, ada elemen-elemen dari kalimat tersebut yang membatasi terciptanya hubungan di antara kedua premis tersebut. Penjelasan: Di pernyataan A disebutkan tentang seorang 'Marxist'; sementara di pernyataan B, 'Marxist-anarkis'. Kita mendapati bahwa ada perbedaan nomina yang digunakan. Dengan analisis metode substitusi, bila 'Marxist' adalah 'hijau', sementara 'Marxist-anarkis' adalah 'hijau-biru'; kita dapat mengatakan bahwa kita tidak bisa menyebut warna 'hijau' setara dengan 'hijau-biru'. Entah bersifat setara atau bertingkat, secara morfo-semantik, kata majemuk 'Marxist-anarkis' dari pernyataan B tidak bisa disandingkan dengan kata singular 'Marxist' dari pernyataan A.

3.1.2 Kata kerja: Mengkaji Marxisme tidak sama dengan menjadi Marxist

Selanjutnya, ketidakselarasan lain juga bisa kita amati pada sebuah klausa di pernyataan A, yakni "Saya tidak pernah menganggap diri saya seorang Marxist" dan klausa dari pernyataan B, yakni "Saya tidak akan menelantarkan Marxisme". Dari kedua pernyataan tersebut kita tidak bisa secara langsung mengatakan bahwa 'menelantarkan' berarti 'menjadi bagian [akan sesuatu]'. Untuk lebih jelasnya, simak analisis dengan metode substitusi berikut:
(a) "X tidak akan pernah menganggap dirinya seorang muslim"--atau bagian dari Islam; dan
(b) "X tidak akan menelantarkan Islam."
Apakah dengan acuh terhadap Islam itu berarti si X bukan seorang muslim? Mungkin saja bila si pembuat pernyataan memang bukan seorang muslim. Bisa jadi dia hanya subyek dari pemeluk agama lain--atau bahkan ateis--yang sedang mengkaji studi tentang Islam. Kenyataanya, kita tidak tahu akan hal itu. Atau dalam kata lain ada bagian yang hilang yang membuat kita tidak bisa menyimpulkan. Itu artinya, sub-premis tersebut tidak bersifat inklusif secara langsung pada premisnya yang pada akhirnya membuat hal tersebut mustahil untuk dibuktikan.

3.2 Kesesuaian

Dan bila dicermati lebih seksama, kalaupun ingin dipaksakan bahwa 'Marxist' sama dengan 'Marxist-anarkis', pernyataan A dan B ini justru menciptakan harmoni. Di pernyataan A disebutkan bahwa "Ide-ide seorang Marxist tidak berkaitan dengan analisis rasional apapun"; sementara itu di pernyataan B disebutkan bahwa "Perspektif seorang Marxist[-anarkis] terbukti cukup jauh dari ilmu linguistik." Dengan penalaran umum bahwa linguistik adalah sebuah ilmu, maka aman saja untuk menyebutnya sebagai sebuah analisis rasional. Dan dengan menilai bahwa konsep 'tidak berkaitan' pada pernyataan A bisa memiliki kesan (sense) yang sama dengan 'jauh' pada pernyataan B, saya pikir kesamaan ini bisa menjadi bukti untuk keselarasan yang saya maksud sebelumnya.

3.3 Ke(tidak)sesuaian berarti ke(tidak)jujuran

Dari 2 ketidaksesuaian di atas disimpulkan bahwa pernyataan A dan B tersebut tidak berhubungan. Itu artinya, setidaknya untuk satu pemaparan tersebut (p. 61), Chomsky tidak terbukti berbohong. Dan dari 1 kesesuaian [yang dipaksakan], justru Chomskylah yang terbukti (telah) berkata jujur--atau paling tidak persisten.

B. Pujian

Namun begitu, meski tema yang dimasukkan oleh Bogdanor relatif soliter; isu yang dimaktubkan ke dalamnya terhitung banyak. Salut atas keberhasilannya mengumpulkan ke-200 korpus.


PENUTUP

Zaman sekarang, bila tidak ingin disebut penyangkal (buta-tuli), kita harus meningkatkan level skeptisisme kita dengan meruncingkan indera kita. Iya toh? (cf. New Scientist, 2010 - "Living in denial"). Menurut saya "buku" ini lebih bercirikan pada kebiasan (sinisme) daripada sesuatu yang netral.


NOTABENE (*)

Hal-hal yang demikian saya rasa ada pentingnya mengingat  eksposisi media dalam mendistorsi informasi sbg konsekuensi bisnis, menurut saya, benar berperan (Herman and Chomsky, 1988 - "Manufacturing Consent: The Political Economy of the Mass Media").